Guntur di luar,suaranya menggelegar,
mengiris hati. Angin dan air seperti beradu.
Bibi...r Melda membiru, giginya beradu
menahan hawa yang menggigit. Padahal dia
sudah mengenakan sweater pemberian
Yuda, ketika dia mengerjakan tugas
dirumahnya.
"Yuda,!"
Saat mengingat nama itu, tiba-tiba air
bening menyeruak begitu saja dari mata
bening Melda. Bobol lagi pertahanannya.
"Huh! Dasar cengeng, Kenapa sih aku selalu
menangis bila mengenang Yuda?," Jerit
Melda dlm hati.
Orang bilang, cinta Melda waktu itu adalah
cinta monyet.
Ah, tapi perduli amat! Namanya juga baru
kali ini mengenal cowok dan jatuh cinta
kepadanya. Dan dia serius lagi. Namun Melda
maklum kok, Keluarganya kan emang sedikit
kolot. kata keluarganya Anak cewek gak
boleh keluyuran. Pulang skul wajib langsung
diam di dalam rumah. Banyak yang mesti di
kerjakan. Bantuin mama bikin kue, bantuin
Enjel, "adiknya" untuk belajar, atau bantuin
papa di percetakan.
"Yeaahh..." pokoknya Semua serba bantu,
deh!
Padahal kan Melda sudah 16 tahun, tetap
saja orang tuanya menganggap masih kecil
dan gak tau apa-apa. Lebih-lebih pacaran!! Di
larang keras deh!!
Siang itu Melda mau menjemput adiknya
Enjel. Soalnya kebetulan dia pulang cepat,
jadi bisa menggantikan tugas papa. Dan
ketika menyeberangi jalan, tiba-tiba muncul
sebuah mobil sedan berwarna putih
langsung menuju Melda. Karena begitu
cepatnya, Melda tak mampu bergerak,
berlari, atau berteriak. Dia bagai terkesima,
terpaku dan terdiam, seolah olah memang
sedang menunggu maut itu datang
menjemput!!
"Darrrr......rrr!!," Suara itu memekakkan
telinga. Melda merasa tubuhnya melayang.
Entah berapa lama sampai sebuah tangan
dingin menepuk pipinya.
"Bangun mbak! Mbak ga apa2, kan?"
terdengar suara mengusik kebisuan Melda.
Gadis itu menggeliat. Ringan banget rasanya.
Melda berpikir bahwa dia sudah meninggal.
Ternyata saat matanya terkuak lebar,
dilihatnya dirinya berada di sebuah rumah
makan, tepat di seberang sekolah Enjel.
"Mbak tadi nyaris jadi korban tabrak lari.
Orang gila tuh yang baru lewat!! Untung ada
teman mbak yang duluan nyamber, Kalau
tidak, aduuh....!!" cerocos Zana, seraya
membawakan 2 cangkir teh hangat. Zana
adalah si pemilik rumah makan itu.
"Dia Temanku?"
Sementara Melda berusaha menajamkan
penglihatannya. Sesosok cowok jangkung
dengan baju seragam yang sama dengan
Melda, terlihat tersenyum kecil kepadanya.
"Sorry.." bisik cowok itu di telinga Melda,
"Aku tadi mengaku temanmu, soalnya
kebetulan kita kan satu sekolah. Yah,
daripada ribet ngejelasin sama cewe itu."
katanya menunjuk Zana, yang sedang
melayani tamunya.
Melda terhenyak malu. Mereka satu sekolah,
tapi Melda gak kenal. Kuper begitulah
dirinya!!
"Tadi aku sedang makan disini waktu kulihat
kamu hampir ketabrak, akupun lari
mendorongmu. Lain kali jangan suka
bengong di tengah jalan, ya? Kalo mau
bengong, tunggu sampai di tepi jalan dulu."
katanya setengah tersenyum,
"Oh iya, mau kemana? Aku antar yuk. Aku
bawa kendaraan, nih."
Melda mengangguk, Lalu menggeleng saat
bayangan adiknya terlintas di kepalanya,
"Terima kasih ya. Tapi Maaf, aku ada janji."
"Yakin? Gak apa apa?"
Melda mengangguk, "Serius!"
Cowok itu tersenyum, "Oke deh. Aku duluan
ya, bye!" katanya beranjak dari tempat
duduknya. Sebelum Melda sadar, bahwa dia
sudah sangat bodoh karena tidak
menanyakan nama dan kelasnya, sementara
cowok itu sudah menghilang pergi!
Ah, Wajahnya saja mulai samar-samar. Melda
gak ingat benar, hanya sekilas di ingatnya
tatapan mata yang tajam dan genggaman
tangannya yang begitu kuat dan hangat.
Siapa sangka, Melda kembali bertemu cowok
itu saat briefing hari pertama workshop pers
abu-abu di sekolah. dan berkenalan lagi
meskipun kesan pertama bertemu agak
memalukan
"Aku Yuda..." kata cowok yang
menyelamatkannya itu, Menyebut namanya
saja pipi Melda meroda secara tiba-tiba.
Entah kenapa. Keingin tahuannya untuk
mengenal cowok itu lebih banyak lagi,
begitu menggoda. sampai sampai Melda jadi
lebih cepat datang ke sekolah, hanya untuk
melihat cowok itu datang, dan melintas di
teras lokalnya.
Hari itu 11 Januari.
"Yuda... Yuda... Andai ini mimpi, Melda tak
ingin bangun lagi". Dia ingin terlelap di
dalam mimpinya. Saat ternyata Yuda juga
punya perhatian khusus pada Melda, dan
juga mulai mendekati gadis itu, rasanya
merupakan awal yang sangat indah. Lalu
kedekatan itu berlangsung lebih intens.
Mereka sering berduaan di kantin atau
perpustakaan. Mulai berangkat ke sekolah
dan pulang bareng. Mengerjakan PR
bersama, dan akhirnya Yuda
mengatakannya. Ya! Yuda mengatakan ingin
selalu bersama Melda, menjaganya dalam
sedih maupun senang, dalam tangis maupun
tawa, waduh!! Romantis banget dah!!
Yuda nembak Melda bukan dengan cincin,
bunga, atau sekotak coklat. Bukan pula
lewat sms atau BBM. Tapi dia benar-benar
membuat Melda terhenyak, ketika Yuda
memberinya kumpulan lagu lagu
kesukaannya dalam satu CD yang dia MIX
sendiri. Termasuk lagu Gigi, yang berjudul 11
Januari, bertepatan dengan tgl Yuda
menyatakan cintanya pada Melda.
"Yuda! Andai kamu tau, kamu telah banyak
mengubah sebagian besar hidupku. Aku
yang pemalu. Penyendiri, kini seperti bunga
yang mulai berani memperlihatkan
kelopaknya," bisik Melda dalam hatinya.
Memang benar. Melda kini juga berani aktif
di berbagai skull, biar sama seperti Yuda. Dia
mulai tau, ternyata tidak semua cowok
sejahat yang selalu di dengar dan di doktrin
kedua orang tuanya. Ternyada ada kok
cowok berhati mulia, hangat dan sangat baik
seperti Yuda.
Saat Melda jatuh, saat kecewa, Yuda selalu
ada. Ketika rumor perselingkuhan membuat
keluarganya nyaris berantakan, Yuda datang
menentramkannya. Melda tidak tau lagi, apa
yang harus di katakannya untuk
menunjukkan betapa dia serius mencintai
Yuda. Impian mereka hanya tinggal
selangkah lagi. Sebab sudah 4 tahun mereka
berpacaran, dan keluarga mereka telah
seperti sebuah keluarga yang besar.
"Rencana pertunangan sudah di depan mata.
Bahkan sudah ada tanggal pernikahan,"
Begitu kata orang tua mereka. Yang penting
bertunangan dulu. Walau masih kuliah, gak
masalah. Ntar bisa di atur deh. Melda dan
Yuda menyambut baik rencana para orang
tua tersebut. Sebab mereka memang saling
mencintai dan tak mungkin di pisahkan lagi.
Rona bahagia tidak mampu di sembunyikan
Melda. Pagi itu, kebaya brokat warna biru
muda siap dikenakannya. Dan Melda sedang
di rias wajahnya ketika tiba2 telinganya
mendengar suara orang berteriak. Suara
ibunya! yang setengah histeris.
Melda masih tidak mengerti, ketika ayahnya
duduk di hadapannya, dan
mengatakan....kalau.... Yuda sudah tidak
ada!!
Saat itu, seisi rumah menjadi gaduh. Semua
bertanya-tanya, mencari tahu, lalu bersedih
dan beberapa sampai menangis. Namun
entah kenapa Melda tidak bisa menangis. Dia
merasa seperti tdiak merasakan apa2 ketika
ayahnya menuturkan bahwa Yuda
mengalami kecelakaan. Sebuah truk yang
kehilangan kendali menyalip dan menabrak
kendaraan Yuda, membuat cowok itu
terpental ke aspal dan tewas seketika di
tempat. Melda terdiam. Telinganya seperti
mendengung, tak jelas. Badannya seperti
mati rasa, kebal, dan tak merasakan apa2.
Dia hanya diam, seperti patung. Tidak
bersuara, tidak bergerak dan matanya hanya
menatap kosong.
11 Januari, adalah tanggal Yuda menyatakan
cintanya pada Melda. Tanggal itu pula
mereka seharusnya bertunangan, namun
ternyata menjadi tanggal cowok yang
dicintainya itu di makamkan. Yuda
meninggalkan Melda, tanpa pesan, tanpa
tanda apa pun. Cowo yang sudah 4 tahun
mengisi hari-harinya, kini telah pergi dan tak
kan pernah kembali. Namanya begitu banyak
memenuhi diary Melda. Namanya selalu ada
di dalam hati Melda, Dalam ingatannya, Dan
dalam doa sujudnya.
Namun Melda masih tidak dapat menangis.
Bahkan hingga jasad Yuda menghilang
tertutup tanah, Melda tak jua menangis.
Susah payah ibunya memohon agar Melda
meluapkan emosinya dengan menangis.
Atau menangislah dan berdukalah, karena
itu memang normal dan sudah seharusnya.
Ibunya justru kuatir melihat Melda yang
diam bagai robot. Atau malah bagai mayat
hidup. Diam. Dengan tatapan kosong. Tapi
Melda tidak juga menangis. Dia bagai
limbung, dan seperti berada di sebuah
tempat yang asing. Seakan akan semua yang
berada disekelilingnya tidak di kenalinya lagi.
"Tidak menarik lagi. Asing."
Sepulang ke rumah, ketika duduk di depan
televisi, bayangan itu mengganggu lagi.
Bayangan waktu Yuda menolong Melda saat
pertama sekali di depan sekolahan Enjel,
adiknya. Lantas Yuda mengajaknya
mengurus mading di sekolah, dan lalu
menembaknya dengan sebuah CD yang
berisi lagu2 kesukaannya.
Tiba-tiba Melda mendengar suara ayah dan
ibunya berteriak histeris. Sekilas dilihatnya
bayangan suara mereka semakin jauh, ketika
urat nadi di tangannya putus oleh goresan
pisau dan mengeluarkan begitu banyak
darah.
Lalu matanya tertutup dan gelap untuk
selama lamanya!
*****
Dari cerita diatas, ada pelajaran berharga
yang mungkin bisa kita petik bersama,
ketika kamu harus tahu, dan ketika kamu
harus mengerti bahwa cinta itu bukanlah
suatu hal yang diagung agungkan didalam
hidup ini, jika kau paham bahwa dia
bukanlah jodohmu sebaiknya ihklaskan dan
berserahlah diri, maka kamu akan sadar
mungkin disuatu hari nanti akan ada yang
mengantikannya seperti pepatah bilang.
"Tunggu, tuhan akan memilihkan yang
terbaik untukmu,"
"Tidak, tuhan akan memberikan yang lebih
baik dari diantara yang terbaik untukmu,"
"Sabar, tuhan pasti memberikan yang jauh
lebih baik daripada diantara yang terbaik
hanya untukmu,"
Nangis yaa baca nya :"
ReplyDeletecie nangis,,,
Deletepembaca setia ni